MAKALAH
ILMU KALAM
“ MU’ TAZILAH “
I
PENDAHULUAN
Puji syukur kepada Allah SWT. Yang telah memberikan
segala nikmat kepada kita semua. Salawat serta salam semoga tercurah kepada kudwah
kita nabiyullah Muhammad SAW. Keluarga serta sahabatnya. Dalam makalah ini kita
akan membahas tentang aliran mu’tazilah.
Berbicara perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus terjadi
perpecahan dan penyimpangan mulai dengan munculnya khowarij dan syiah, kemudian
munculah satu kelompok lain yang berkedok dan berlindung dibawah syiar akal dan
kebebasan berfikir, satu syiar yang menipu dan mengelabuhi orang-orang yangtidak
mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal pada porsi yang benar. Sehingga
banyak kaum musimin dari agamanya yang terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran
kelompok ini. Akhirnya terpecahlah dan berpalinglah kaum muslimin dari agamanya
yang telah diajarkan Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya. Dalam kelompok ini
terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih
mendahulukan akal.
Oleh
karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati
saudaranya agar tidak terjerumus kedalam pemikiran dari kelompok ini, yaitu
kelompok Mu’tazilah yang pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa sampai
saat ini dan masih dikembangkan olehpara kolonolis kristen dan yahudi dalam
menghancurkan kekuatan kaum muslimin dan persatuannya.
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Sejarah
munculnya aliran mu’tazilah dan para kelompok pemuja tersebut muncul di kota
Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa
pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul
Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan
Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini
adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukan
kafir disebut kaum Khawarij, tetapi fasiq yang menduduki posisi diantara posisi
mukmin dan posisi kafir. Kata mukmin dalam pendapat Wasil merupakan sifat baik
dan nama pujian yang tak dapat diberikan kepada fasiq, dengan dosa besar.
Aliran
Mu’tazilah yang bercorak rasional dan cenderung liberal ini mendapat tantangan
keras dari kelompok tradisional Islam, terutama golongan Hambali, pengkut
mazhab Ibnu Hambal. Sepeninggal al-Ma’mun pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833
M. syi’ar Mu’tazilah berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai
mazhab resmi negara oleh Khalifah al-Mutwwakil pada tahun 856 M.
B. Pengertian
Mu’tazilah
berasal dari I’tazala yang berarti memisahkan diri dan juga menjauh atau
menjauhkan diri secara teknis.
Istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua
golongan :
Golongan
Pertama, disebut Mu’tazilah I muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini
tumbuh sebagai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam
menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama
Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair.
Golongan kedua, disebut
Mu’tazilah II muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di
kalangan khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini
muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur’jiah tentang
pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar.
Aliran Mu’tazilah masih dipandang
sebagai aliran yang menyimpang dari Islam dan dengan demikian tidak disenangi
oleh sebagian umat Islam, terutama si Indonesia. Pandangan demikian timbul
karena kaum Mu’tazilah dianggap tidak percaya kepada wahyu dan hanya mengakui
kebenaran yang diperoleh dengan perantaraan rasio.
Kaum Mu’tazilah tidak disukai
karena sikap mereka memakai kekerasa dan menyiarkan ajaran-ajaran mereka di
permulaan abad ke-9 Masehi.
C. Tokoh – Tokoh
a.
Wasil Bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal
sebagai pelopor aliran Mu’tazilah.
Lahir tahun 81 H di Madinah
dan meninggal tahun 131H.
berpendapat
bahwa orang yang berdosa besar bukan kafir disebut kaum Khawarij, tetapi fasiq
yang menduduki posisi diantara posisi mukmin dan posisi kafir.
b. Abu Al-Huzail tetap di Basrah dan
menjadi pemimpin kedua dari Cabang Basrah setelah Wasil. Ia lahir tahun 135 H
dan wafat di tahun 235 H dan banyak berhubungan dengan filsafat Yunani. Dia
berpendapat bahwa manusia dengan mempergunakan akalnya, dapat dan wajib
mengetahui Tuhan, kalau manusia lalai dalam mengetahui Tuhan, ia wajib diberi
ganjaran.
c. Mu’ammar Ibn ‘Abbad yang hidup
semasa dengan Abu Al-Huzail dan
Al-Nazzam. Menurut pendapatnya, yang diciptakan Tuhan hanyalah benda-benda
materi, adapun Al-a’rad atau acidents adalah kreasi benda-benda materi itu
sendiri.
D . Ajaran
Lima ajaran
dasar Mu’tazilah (Al-Usul Al-Khamsah), semacam Rukun Iman bagi mereka :
1.
At-Tauhid
Menurut
mereka tauhid maknanya mengingkari sifat-sifat Allah karena menetapkannya
berarti menetapkan banyak dzat yang qadim, itu sama artinya menyamakan mahluq
dengan khaliq dan menetapkan banyak sang pencipta. Mereka menta’wil sifat-sifat
Allah dengan mengatakan sifat Allah adalah Dzat-Nya. Sebagai contoh, Allah
`Alim (maha mengetahui) maknanya ilmu Allah adalah Dzat-Nya, dan seterusnya.
Diantara sebagian konsekuensinya, mereka mengingkari ru`yatullah di akherat
dan mengatakan Al-Qur`an itu mahluk.
Abu
Al-Huzail menjelaskan apa sebenarnya yang di maksud dengan nafs al sifat atau
peniadaan sifat-sifat Tuhan. Menurut paham Wasil kepada Tuhan diberikan sifat yang
mempunyai wujud tersendiri dan kemudin melekat pada diri tuhan. Karena dzat
tuhan bersifat qadim maka apa yang melekat pada dzat itu bersifat qadim pula.
Dengan demikian sifat adalah bersifat qadim. Ini, menurut Wasil akan membawa
pada adanya dua Tuhan. Karena yang boleh bersifat qadim hanyalah Tuhan, dengan
kata lain, kalau ada sesuatu yang bersifat qadim maka mestilah itu tuhan.
Oleh karena itu, untuk memelihara kemurnian tauhid atau keesaaan tuhan, tuhan
tidak boleh dikatakan mempunyai sifat dalam arti diatas.
2. Al `Adl (keadilan)
Keadilan
versi mereka adalah menolak takdir karena menetapkannya berarti Allah
menzholimi hambanya. Imam Ibnu Abil Izz Al-Hanafy berkata: ” mengenahi Al `Adl
mereka menutupi dibaliknya pengingkaran takdir. Mereka mengatakan Allah tidak
menciptakan keburukan dan tidak menghukum dengan adanya perbuatan jahat, karena
jika Allah menciptakan kejahatan kemudian menyiksa mereka atas kejahatan mereka,
itu artinya Allah zholim, padahal Allah adil dan tidak zholim. Sebagai
konsekuensinya mereka menyatakan dalam (kekuasaan) kerajaan Allah terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan Allah. Allah menginginkan sesuatu tetapi hal itu
tidak terjadi. Sebab kesesatan mereka ini adalah karena ketidak mampuan mereka
membedakan antara iradah kauniyah dengan iradah syar`iyah.
Paham ini
dalah paham Qadriah yang dianjurkan Ma`bad dan Ghailan. Tuhan kata Wasil
bersifat bijksana dan adil. Ia tak dapat berbuat jahat dan zhalim. Tidak
mungkin tuhan menghendaki manusia berbuat hal-hal yang bertentangan dengan
perintahnya. Dengan demikian manusia lah sendiri yang mewujudkan perbuatan baik
dan jahat, iman dan kafir serta patuh dan tidak patuhnya kepada tuhan. Atas
perbuatan-perbuatan ini manusia memperoleh balasannya. Dan untuk mewujudkan
perbutan itu tuhan memberikan daya dan kekuatan kepadanya. Tidak mungkin tuhan
menurunkan perintah kepada manusia untuk berbuat sesuatu kalau manusia tidak
punya daya dan kekuatan untuk berbuat.
3. Al-Wa’ d wa al-Wa’id
Maknanya
orang yang berbuat dosa besar jika belum bertaubat sebelum meninggal, pasti
kekal di neraka dan tidak ada syafa`at baginya. Ibnu Taimiyah berkata : “Di
antara pokok ajaran Mu`tazilah bersama Khawarij adalah terlaksananya ancaman di
akhirat dan bahwasanya Allah tidak menerima syaf`at bagi pelaku dosa besar
serta tak satupun pelaku dosa besar keluar dari neraka. Mereka mengatakan jika
Allah mengancam hamba-hambanya dengan suatu ancaman maka Allah wajib
menyiksanya dan tidak boleh mengingkari janji-Nya. Allah tidak memberi maaf dan
ampunan bagi yang dikehendaki-Nya dan tidak pula mengampuni pelaku dosa besar
yang tidak bertubat.”
4. Al- Manzilah bain Al- Manzilatain
Imam Ibnu
Abil ‘Izz berkata : “Adapun manzilah bain manziltain menurut mereka
adalah pelaku dosa besar keluar dari iman dan tidak masuk dalam kekafiran.”
Menurut
ajaran ini, orang yang berdosa besa bukan kafir, sebagaimana disebutkan oleh
kaum Khawarij, dan bukan pula mu’min sebagaimana di katakan kaum Murji` ah, tetapi
fasik yang menduduki posisi antara mu’min dan kafir. Kata mukmin, dalam
pendapat Wasil, merupkan sifat baik dan nama pujian yang tak dapat diberikan
kepada fasik, dengan dosa besanya. Tetapi predikat kafir juga tidak dapat pula
diberikan kepadanya, karena di balik dosa besar ia masih mengucapkan shahadat
dan mengerjakan perbuatan baik. Orang serupa ini jika mati belum bertaubat,
akan kekal dalam neraka, hanya siksaan yang di terima lebih ringan dari siksaan
yang diterima kafir.
5. Amar Ma`ruf Nahi Munkar
Imam Ibnu
Abil ‘Izz berkata: ”adapun amar makruf nahi mungkar, mereka berkata: ” kita
wajib menyuruh orang selain kita untuk melaksanakan hal yang di perintahkan
kepada kita dan mewajibkan mereka dengan apa yang wajib kita kerjakan.” Diantara
kandungnnya adalah boleh memberontak dengan senjata melawan penguasa yang dholim.”
III
KESIMPULAN
Secara
harfiah Mu’tazilah adalah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah. Aliran
Mu’tazilah (memisahkan diri) muncul di basra, irak pada abad 2 H. Kelahirannya
bermula dari tindakan Wasil bin Atha (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam
Hasan Al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha berpendapat bahwa
muslim berdosa besar bukan kafir yang berarti ia fasiq.
Semua
aliran teologi dalam Islam, baik Asy’ ariah, Matudiniah dan Mu’tazilah
sama-sama mempergunakan akal dalam menyelesaikan persoalan teologi yang timbul
di kalangan umat Islam. Perbedaan aliran-aliran itu ialah perbedaan dalam
derajat kekuatan yang diberikan kepada akal. Mu’ tazilah berpendapat bahwa akal
mempunyai daya yang kuat, Asy’ ariah sebaliknya berpendapat bahwa akal mempunyai
daya yang lemah.
Semua aliran
berpegang kepada wahyu. Perbedaan yang terdapat antara aliraran-aliran itu
hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat al-Qur’an dan
Hadits. Perbedaan interpretasi itu yang menimbulkan aliran-aliran yang
berlainan dan melahirkan mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’ i dan
mazhab Hambali.
Pada hakikatnya
semua aliran tersebut tidak keluar dari Islam, tetapi tetap dalam Islam. Dengan
demikian tiap orang Islam bebas memilih salah satu dari aliran-aliran teologi
tersebut, yaitu aliran mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya. Nabi
Muhammad SAW : “Perbedaan paham dikalangan umatku membawa rahmat.”
IV
DAFTAR
PUSTAKA
1.
DR.
Abdul Rozak,M.Ag. dan DR. Rosihon Anwar,M.Ag. Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung.
2.
Harun
Nasution. Teologi Islam, Penerbit Universitas Indonesia, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar