Dilahirkan di Zabin, Yaman, 21 tahun sebelum Hijriah. Nama
lengkapnya Abu Abdullah bin Qis bin Salim bin Hadhor bin Harb. Nama
panggilannya Abu Musa dan al-Asy’ari dinisbahkan kepada bani al-Asy’ar di
Qohthan. Beliau adalah seorang zahid, ahli fiqh, al-Imam al-Kabir dan ahli
ibadah. Tubuhnya tidak gemuk dan tidak terlalu pendek. Suaranya bagus.
Sejarah beliau dimulai dari Yaman tempat dimana beliau
dilahirkan. Masa itu penduduk Qohtahn banyak yang menyembah berhala. Meskipun
beliau masih berusia muda, tapi beliau menolak dan menginkari penyembahan
berhala yang berlaku di masyarakatnya. Beliau tahu bahwa berhala yang disembah
tidak memberikan manfaat dan juga bahaya. Dalam hatinya berkeinginan agar
datang pertolongan dari langit untuk menyelamatkan manusia dari penyembahan
berhala. Keinginannya itu terwujud ketika beliau mendengar bahwa Muhammad bin
Abdullah adalah utusan Allah mengajarkan agama tauhid, mengajak kepada amar
ma’ruf dan budi pekerti mulia.
Maka dengan niat ikhlas beliau meninggalkan tanah
kelahirannya pergi menuju Mekkah tempat di mana Rasulullah diutus. Sesampainya
di Mekkah beliau duduk di sekeliling Rasulullah dan belajar darinya. Selama
mengikuti ajaran Rasulullah, beliau sangat rajin dan tekun. Akhirnya setelah
merasa cukup beliau pulang ke Yaman untuk mengajarkan agama tauhid yang dibawa
Rasulullah. Sedikit banyak beliau membawa perubahan di kaumnya.
Kemudian beliau balik ke hadapan Rasulullah setelah selesai
perang Khoibar. Kebetulan kedatangannya bersamaan dengan datangnya Ja’far bin
Abu Tholib bersama sahabat lain dari Habsyah (Ethopia). Di situlah Rasulullah
memberikan penerangan tentang ajaran Islam kepada semua yang datang. Ternyata
kedatangan beliau dari Yaman tidak hanya seorang diri. Tapi beliau datang
bersama 53 lebih dari laki-laki dari penduduk Yaman. Dua saudara sedarahnya
juga ikut datang yaitu Abu Ruhm dan Abu Burdah. Orang-orang yang datang bersama
beliau oleh Rasulullah disebut “al-Asy’ariun”(orang-orang Asy’ari).
Mengenai kisah hijrahnya, beliau berkata; “Kami keluar dari
Yaman bersama 53 orang lebih dari kaumku. Suadaraku Abu Ruhm dan Abu Burdah
juga ikut. Kami berlayar dengan prahu ke Najashy, Ethopia. Ternyata di sana
sudah ada Ja’far dan sahabat-sahabat lain. Kemudian kami bertemu setelah
selesai perang Khaibar. Kemudian Rasulullah berkata : “Kamu berhijrah dua kali,
pertama ke Nahashy dan kedua hijrah kepadaku.”(HR.Bukhori Muslim). Sejak itulah
Rasulullah sangat cinta padanya, dan juga kaumnya. Anehnya sebelum kedatangan
beliau, Rasulullah berkata kepada para sahabat bahwa akan datang kepada kami
besok suatu kaum hatinya sangat lembut. Besok harinya kedatangan mereka
disambut meriah dengan saling berjabat tangan. Inilah sejarah pertama berjabat
tangan dalam Islam.
Beliau adalah seorang faqih (ahli fiqh) dan sangat cerdas
sehingga dapat memahami setiap persoalan yang muncul. Disebutkan bahwa beliau
termasuk empat orang ahli hukum umat Islam. Umar, Ali, Abu Musa dan Zaid bin
Tsabit. Tidak hanya itu, beliau juga penguasa yang sangat berani. Di medan
perang, dengan beraninya beliau sanggup memikul beban dan tanggungjawab pasukan
umat Islam. Hingga suatu ketika Rasulullah berkata, “Tuan para kesatria adalah
Abu Musa.” Rasulullah pernah menugaskan beliau menjadi penguasa atau wali di
kota Zabid dan Adnan.
Diantara para sahabat, beliau lah yang mempunyai suara bagus
ketika membaca al-Qur’an. Kelembutan dan kehalusan suaranya membuat orang yang
mendengarkan terharu dan teruhnya hatinya. Suaranya mampu menembus ke relung
hati. Dari Abu Musa diceritakan bahwa Rasulullah berkata, “Wahai Abu Musa, kamu
telah diberi seruling dari serulingnya (bagus suaranya) keluarga Daud.”(HR.Bukhori
Muslim). Di hadits lain diceritakan, Anas berkata suatu hari malam beliau (Abu
Musa) melakukan sholat malam. Bacaan al-Qur’an dalam sholatnya itu terdengar
oleh istri-istri Rasulullah. Mereka pun bangun dan mendengarkan dengan baik.
Ketika pagi-pagi beliau diberitahu bahwa istri-istri Rasul mendengar bacaannya.
Biasanya kalau Umar bin Khottob bertemu dengannya, beliau
mesti diperintah untuk membaca al-Qur’an sembari berkata, “Wahau Abu Musa, kami
rindu dengan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an.” Pada waktu Umar bin Khottob
mengutus beliau untuk menjadi wali dan amir di Basrah pada tahun 17 Hijriah,
beliau mengumpulkan penduduk Basrah sembari berkhutbah. “Amirul mukminin
mengutusku untuk mengajarkan kepada kalian kitab Allah dan sunnah Rasul. Dan
juga untuk membersihkan jalan kesesatan kalian.” Kota Asbahan dan Ahwaz
ditaklukan pada masa Umar.
Pada masa kholifah Utsman beliau ditugaskan untuk menjadi
wali di Basrah, tapi kemudian beliau mengundurkan diri. Setelah itu dipindah ke
Kuffah. Pada waktu terjadi fitnah dan perselisihan antara Ali dengan Muawwiyah,
beliau mengajak penduduk Basrah untuk memberikan dukungan kepada Ali.
Dan pada masa
kekhalifahan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, Abu Musa telah berhasil
mengatur administrasi wilayah Bashrah, juga berhasil didalam memimpin pasukan
militernya. Merupakan suatu rahmat yang besar dari Allah terhadapnya dengan
pertolongan-pertolongan-Nya melalui tangannya, sehingga ia mampu menaklukkan
beberapa kota dan negeri, dan telah dimenangkan Allah dalam memerangi
pemimpin-pemimpin “daulah Al-Farisiyah” dengan kecerdikkan dan ketajaman
pemikirannya.
Pada akhir
tahun 23 hijrah Amirul mu’minin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu meninggal
terbunuh sebagai syahid, dan Abu Musa ketika itu sedang berada di Bashrah mengajar
dan berjuang menyampaikan dakwah kepada Allah, namun walaupun demikian beliau
telah mengetahuinya melalui ru’yah yang merupakan karamah yang telah Allah
berikan kepadanya, sebagaimana yang telah dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad di
Thabaqat dengan sanadnya dari Abu musa (lih. Hayatu As- Shohabah juz; 3 hal;
666).
Setelah
dibai’atnya khalifah ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu, beliau menbetapkan Abu Musa
sebagai wali di Bashrah selama enam tahun, setelah lepas dari amanat ini banyak
sekali cobaan-cobaan fitnah dan tantangan yang ia hadapi dalam menyampaikan
syariat dan risalah Ilahi hingga masa kekhalifahan Ali radhiyallahu ‘anhu dan
berakhir pada akhir hayatnya yaitu pada masa pemerintahan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu.
Selama berjuang bersama Rasulullah, beliau telah meriwayatkan
kurang lebih 355 hadits. Diantara hadits riwayatnya, dari Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Allah membentangkan tangannya di malam hari untuk memberi ampunan
bagi orang yang berbuat jahat di siang hari. Dan Allah bentangkan tangganya di
siang hari untuk memberi ampunan bagi orang yang berbuat jahat di malam hari
hingga matahari terbenam.”(HR.Muslim)
Suatu
hari beliau berkata; “Ada dua hal yang dapat memutus dariku kenikmatan dunia;
mengingat mati dan mengingat dosa dihadapan Allah.”
Beberapa
kata hikmah dan petuah beliau;
“Ikutilah
petunjuk al-Qur’an…jangan pernah merasa jemu untuk ikut,
Beliau
wafat di Kuffah pada tahun 44 Hijriah.
Sebelum
wafatnya beliau masih sempat memberikan peringatan dan nasehat buat anak-anak
dan keluarganya agar selalu beriltizam terhadap sunnah Nabi . Dan merupakan
suatu kemuliaan dari Allah terhadap keluarganya dengan menjadikan banyak dari
anak-anak, cucu-cucu sampai pada keturunan-keturunannya menjadi ulama, qadhi
dan perawi hadist, yang merupakan berkah dari do’a Rasulullah yang diterimanya
dan berkah keikhlasannya.
Demikianlah
perjalanan dari kehidupan seorang sahabat Rasulullah yang ahli ibadat, wara’,
mujahid dan faqih, semoga kita semua dapat mengambil ibrah dari semua itu dan
semoga Allah memberi hidayah kepada kita dalam melangkah tuk mencapai ridha-Nya
serta mewafatkan kita dalam keadaan Iman dan Islam. Amin.
“Rabbana-ghfir lana wa
li-ikhwanina allaziina sabaquuna bil-iimaan wala taj’al fi- quluubina ghillan
lil-laziina a-manu Rabbana innaka Raufu-r- Rahiim”.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rijaalu hawla
ar-Rasul; oleh Khalid Muhammad Khalid.
2.
Hilyatu
al-Awliya; oleh Al-hafidz Abu Na’im.
3.
Abu Musa
Al-Asy’ariy (shohabah al-’alim, al-mujahid); oleh Abdul Hamid Mahmud Thohaziy
1 komentar:
Assalamu'alaikum wr wb
shre bu ustadza postingnya buat refrensi tulisan saya....
Posting Komentar