Jumat, 30 September 2011

Konsep Qath'iy dn Zanny & Muhkamal dan Mutasyabih Menurut Ulama Ushul


KONSEP QATH’IY DAN ZANNY & MUHKAMAL DAN MUTASYABIH
MENURUT ULAMA USHUL


BAB I
PEMBAHASAN


A.    Definisi Qath’iy dan Zanny
Dalam kajian ushul fiqh, untuk dapat memahami nash apakah pengertian yang ditunjukkan oleh unsur-unsur lafalnya itu jelas, pasti atau tidak. Para ulama’ ushul menggunakan pendekatan apa yang dikenal dengan istilah qath’iy dan zanny.
a)      Dalil Qath’iy, yaitu dalil yang meyakinkan datangnya dari syara’. Dalam hal ini para ulama’ berbeda pendapat, yaitu:
1.      Jumhur ulama berpendapat bahwa yang termasuk dalil qathiy adalah 1). Al-Qur’an 2). Hadits mutawatir.
2.      Sebagian kelompok Hanafi berpendapat bahwa dalil qath’iy adalah 1). Al-Qur’an 2).  Hadits mutawatir 3). Hadits ahad.
Tentang qath’iy dan hubungannya dengan nash, maka ulama’ ushul membaginya menjadi dua macam yaitu, Pertama disebut qath’iy al wurud yakni nash-nash yang sampai kepada kita adalah sudah pasti tidak dapat diragukan lagi karena diterima secara mutawatir. Kedua adalah qath’iy al dalalah yakni nash-nash yang lafalnya menunjukkan pengertian yang pasti dan jelas.
b)      Dalil Zanny adalah nash–nash yang tidak jelas dan tegas. Dengan kata lain, nash–nash yang akan dijadikan dalil itu, kepastiannya tidak sampai ketingkat qath’iy.
Para ulama ushul membagi zanny menjadi 2 macam, yaitu: pertama, zanny al wurud adalah nash–nash yang masih diperdebatkan tentang keberadaannya, karena tidak dinukil secara mutawatir. Kedua, zanny al dalalah yaitu nash yang pengertiannya tidak tegas yang masih mungkin untuk ditakwilkan atau mengandung pengertian lain dari arti literalnya. Pada umumnya nash–nash Al–Qur’an yang dikategorikan kepada qath’iy al dalalah ini adalah lafal dan susunan kata–katanya menyebutkan angka, jumlah, atau bilangan tertentu secara sifat atau nama dan jenis.

B.     Definisi Al-Muhkam dan Mutasyabih

Ayat-ayat yang terkandung dalam al-Qur’an adakalanya berbentuk lafaz, ungkapan, dan uslup yang berbeda tetapi artinya tetap satu, sudah jelas maksudnya sehingga tidak menimbulkan kekeliruan bagi orang yang membacanya. Di samping ayat yang sudah jelas tersebut, ada lagi ayat-ayat yang bersifat umum dan samar-samar yang menimbulkan keraguan bagi yang membacanya sehingga ayat yang seperti ini menimbulkan ijtihad bagi para mujtahid untuk dapat mengembalikan kepada makna yang jelas dan tegas.[1]
Kelompok ayat pertama, yang telah jelas maksudnya itu disebut al-Muhkam, sedangkan kelompok ayat yang kedua yang masih samar-samar disebut dengan Mutasyabih, kedua macam ayat inilah yang akan menjadi pembahasan pada bagian ini.
Pada sisi lain al-Qaththan mengatakan bahwa al-Qur’an seluruhnya muhkam dan juga mutasyabih. Pendapat ini karena memandamg muhkam dan mutasyabih secara umum. Seluruh al-Qur’an adalah Muhkam, jika kata muhkam itu berarti kokoh, kuat, membedakan antara yang hak dan yang bathil, yang benar dan yang salah. Dan al-Qur’an itu seluruhnya adalah mutasyabih, jika mutasyabih itu berarti kesempurnaan dan kebaikan. Al-Qur’an suatu ayat dengan ayat yang lainnya saling menyempurnakan dan memperbaiki ajaran-ajaran yang salah yang selalu dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
a.       Muhkam
Menurut bahasa terambil dari hakamutud daabah wa ahkamat, artinya melarang.[2] Sedangkan menurut istilah terdapat khilafiyah sesama ahli ushul mengenai artinya yaitu:
1)      Yang dinamakan Muhkam adalah yang diketahui apa yang dimaksud dengannya. Adakalanya secara zahir atau nyata dan adakalanya dengan takwil atau pengalihan artinya.
2)      Yang dinamakan Muhkam adalah apa yang tidak mungkin ditakwilkan, tapi ia hanya satu arah saja.
3)   Yang dinamakan Muhkam adalah yang jelas atau terang yang dimaksud dengannya, sehingga ia tidak mungkin dihapuskan.
4)      Yang dinamakan Muhkam adalah apa yang berdiri sendiri dan tidak membutuhkan penjelasan.
5)      Yang dinamakan Muhkam ialah sesuatu yang kokoh dan bundar sehingga tidak ada seginya.

b.      Mutasyabih
Menurut bahasa adalah berasal dari:[3]
التَشَابُهُ : بشْبِهُ أحدٌ الشَئينِِ
Terjemahannya:
Salah satu dari dua menyerupai yang lainnya.
Ia mengandung pengertian:
Al-musyaarakatu atau kebersamaan, karena ada keserupaan dan bentuknya yang mengakibatkan keraguan. Umpamanya firman Allah Swt mengenai Bani Israil, yaitu:
…. ¨bÎ) ts)t6ø9$# tmt7»t±s? $uZøŠn=tã …. ÇÐÉÈ  
Terjemahannya:
Sesungguhnya sapi serupa-serupa menurut penglihatan (surat Al-baqarah:70)

Sedangkan menurut istilah ialah:[4]
1.      Apa yang bertalian dengan pengaruh ilmu Allah, seperti: assaa’ah atau kehancuran total, keluar binatang-binatang besar dan dajal.
2.      Apa yang tidak dapat berdiri sendiri dan membutuhkan keterangan yang lainnya.
3.      Apa yang memungkinkan pengertian yang tidak satu saja.
4.      Apa yang tidak terang, apa yang dimaksud dengan membutuhkan nasakh atau penghapusan.



c.       Beberapa pendapat mengenai definisi Al-Muhkam dan Mutasyabih yaitu: [5]
Pertama, Al-Muhkam, apa yang telah diketahui maksudnya. Mutasyabih, terserah kepada Allah ilmunya.
Kedua, Al-Muhkam, apa yang tidak mengandung selain dari satu bentuk. Mutasyabih yaitu yang mengandung beberapa bentuk.
Ketiga, Al-Muhkam, apa yang berdiri dengan sendirinya tidak memerlukan keterangan. Mutasyabih, yaitu apa yang tidak berdiri dengan sendirinya, memerlukan penjelasan dengan dikembalikan pada yang lainnya.

Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai Muhkam dan Mutasyabih: [6]
1.      Menurut As-Suyuthi, Muhkam adalah sesuatu yang jelas artinya, sedangkan Mutasyabih adalah sebaliknya.
2.      Menurut Imam Ar-Razi, Muhkam adalah ayat-ayat dalalah-nya kuat baik maksud maupun lafaznya, sedangkan Mutasyabih adalah ayat-ayat yang di dalamnya lemah, masih bersifat mujmal, memerlukan takwil, dan sulit dipahami.
3.      Menurut Manna’ Al-Qaththan, Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan Mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.

Dari pendapat-pendapat tentang ayat-ayat al-Qur’an yang Muhkamat dan Mutasyabihat di atas, dapat disimpulkan bahwa ayat Muhkamat adalah ayat yang sudah jelas, baik lafaz maupun maksudnya, sehingga tidak menimbulkan keraguan dan kekeliruan bagi orang yang memahaminya. Ayat yang Muhkamat ini tidak memerlukan takwil karena telah jelas, lain halnya dengan ayat-ayat Mutasyabihat. Ayat Mutasyabihat ini merupakan kumpulan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Quran yang masih belum jelas maksudnya, hal itu dikarenakan ayat Mutasyabihat bersifat mujmal (global), dia membutuhkan rincian lebih dalam.
Para ulama dalam menanggapi sifat-sifat Mutasyabihat mempunyai dua mazhab, yang pertama; mazhab salaf, yaitu: mengimani sifat-sifat yang mutasyabihat itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Yang kedua; mazhab khalaf, yaitu: mempertanggungkan (mentakwilkan) lafal yang mustahil zhahirnya kepada makna yang layak dengan zat Allah. Mazhab ini dinisbahkan kepada Imamul Haramain (wafat tahun 478 H) dan segolong ulama mutaakhkhirin.


BAB II
KESIMPULAN


Menurut Para Ulama’ istilah qath’iy dan zanny. Qath’iy dimaksudkan untuk menyatakan nash-nash yang lafalnya menunjukan pengertian yang sudah pasti dan jelas. Sedangkan yang dimaksud zanny yakni nash-nash yang pengertianya tidak tegas dan yang masih mungkin untuk ditakwilkan atau mengandung pengertian lain dari arti literalnya. Dan untuk menjelaskan zanny selain dengan cara mentakhsis dengan ayat Al-Qur’an juga dengan mengunakan Al-Sunnah. Karena Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah sehingga untuk menjelaskan ayat-ayat yang masih belum jelas yakni dengan Al-Sunnah yang merupakan ucapan Rasulullah yang dapat digunakan sebagai dasar untuk penetapan hukum syara’.

Muhkam adalah ayat yang sudah jelas maksudnya ketika kita membacanya, sehingga tidak menimbulkan keraguan dan memerlukan pentakwilan. Sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang perlu ditakwilkan, dan setelah ditakwilkan baru kita dapat memahami tentang maksud ayat-ayat itu.

            Ayat-ayat mutasyabih adalah merupakan salah satu kajian dalam al-qur’an yang para ulama menilainya dengan alasannya masing-masing menjadi dua macam, yaitu pendapat ulama Salaf dan Khalaf. Kita dapat mengatakan bahwa semua ayat al-Qur’an itu Muhkam. Jika maksud Muhkam adalah kuat dan kokoh. Tetapi kita dapat pula mengatakan bahwa semua ayat itu adalah Mutasyabih, jika maksud Mutasyabih itu adalah kesamaan ayat-ayatnya dalam hal Balaghah dan I’jaznya.


III
DAFTAR PUSTAKA


1.      Anwar, Abu., Ulumul Qur’an, (Pekanbaru : Amzah, 2002).
2.      Abidin, Zainal., Seluk Beluk Al-Qur’an, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992).
3.      Mansur, Kahar., Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992).
4.      Nata, Abuddin., Al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000).
5.      Quthan, Mana’ul., Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995).



[1] Abu Anwar., Ulumul Qur’an, (Pekanbaru : Amzah, 2002), h.77.
[2] Ibid. h.119
[3] Kahar Mansur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.120
[4] Abu Anwar. Op.Cit. h.121.
[5] Manna’ul Quththan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an II, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), h.4.
[6] Abu Anwar. Op.Cit. h.78

Tidak ada komentar: