Jumat, 30 September 2011

Mu' tazilah


MAKALAH ILMU KALAM
“ MU’ TAZILAH “

I
PENDAHULUAN

            Puji syukur  kepada Allah SWT. Yang telah memberikan segala nikmat kepada kita semua. Salawat serta salam semoga tercurah kepada kudwah kita nabiyullah Muhammad SAW. Keluarga serta sahabatnya. Dalam makalah ini kita akan membahas tentang aliran mu’tazilah.
Berbicara perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus terjadi perpecahan dan penyimpangan mulai dengan munculnya khowarij dan syiah, kemudian munculah satu kelompok lain yang berkedok dan berlindung dibawah syiar akal dan kebebasan berfikir, satu syiar yang menipu dan mengelabuhi orang-orang yangtidak mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal pada porsi yang benar. Sehingga banyak kaum musimin dari agamanya yang terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran kelompok ini. Akhirnya terpecahlah dan berpalinglah kaum muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya. Dalam kelompok ini terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih mendahulukan akal.
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati saudaranya agar tidak terjerumus kedalam pemikiran dari kelompok ini, yaitu kelompok Mu’tazilah yang pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa sampai saat ini dan masih dikembangkan olehpara kolonolis kristen dan yahudi dalam menghancurkan kekuatan kaum muslimin dan persatuannya.   


II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah
Sejarah munculnya aliran mu’tazilah dan para kelompok pemuja tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukan kafir disebut kaum Khawarij, tetapi fasiq yang menduduki posisi diantara posisi mukmin dan posisi kafir. Kata mukmin dalam pendapat Wasil merupakan sifat baik dan nama pujian yang tak dapat diberikan kepada fasiq, dengan dosa besar.
Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional dan cenderung liberal ini mendapat tantangan keras dari kelompok tradisional Islam, terutama golongan Hambali, pengkut mazhab Ibnu Hambal. Sepeninggal al-Ma’mun pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833 M. syi’ar Mu’tazilah berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi negara oleh Khalifah al-Mutwwakil pada tahun 856 M.  

B.       Pengertian
Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti memisahkan diri dan juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis.
Istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan :
Golongan Pertama, disebut Mu’tazilah I muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair.
Golongan kedua, disebut Mu’tazilah II muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur’jiah tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar.

Aliran Mu’tazilah masih dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari Islam dan dengan demikian tidak disenangi oleh sebagian umat Islam, terutama si Indonesia. Pandangan demikian timbul karena kaum Mu’tazilah dianggap tidak percaya kepada wahyu dan hanya mengakui kebenaran yang diperoleh dengan perantaraan rasio.

Kaum Mu’tazilah tidak disukai karena sikap mereka memakai kekerasa dan menyiarkan ajaran-ajaran mereka di permulaan abad ke-9 Masehi.

C.      Tokoh – Tokoh
a.     Wasil  Bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal sebagai pelopor aliran Mu’tazilah.
Lahir  tahun 81 H di Madinah dan meninggal tahun  131H.
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukan kafir disebut kaum Khawarij, tetapi fasiq yang menduduki posisi diantara posisi mukmin dan posisi kafir.
b. Abu Al-Huzail tetap di Basrah dan menjadi pemimpin kedua dari Cabang Basrah setelah Wasil. Ia lahir tahun 135 H dan wafat di tahun 235 H dan banyak berhubungan dengan filsafat Yunani. Dia berpendapat bahwa manusia dengan mempergunakan akalnya, dapat dan wajib mengetahui Tuhan, kalau manusia lalai dalam mengetahui Tuhan, ia wajib diberi ganjaran.
c. Mu’ammar Ibn ‘Abbad yang hidup semasa  dengan Abu Al-Huzail dan Al-Nazzam. Menurut pendapatnya, yang diciptakan Tuhan hanyalah benda-benda materi, adapun Al-a’rad atau acidents adalah kreasi benda-benda materi itu sendiri.

D .   Ajaran
Lima ajaran dasar Mu’tazilah  (Al-Usul Al-Khamsah), semacam Rukun Iman bagi mereka :
1.    At-Tauhid
Menurut mereka tauhid maknanya mengingkari sifat-sifat Allah karena menetapkannya berarti menetapkan banyak dzat yang qadim, itu sama artinya menyamakan mahluq dengan khaliq dan menetapkan banyak sang pencipta. Mereka menta’wil sifat-sifat Allah dengan mengatakan sifat Allah adalah Dzat-Nya. Sebagai contoh, Allah `Alim (maha mengetahui) maknanya ilmu Allah adalah Dzat-Nya, dan seterusnya. Diantara sebagian konsekuensinya,  mereka mengingkari ru`yatullah di akherat dan mengatakan Al-Qur`an itu mahluk.
Abu Al-Huzail menjelaskan apa sebenarnya yang di maksud dengan nafs al sifat atau peniadaan sifat-sifat Tuhan. Menurut paham Wasil kepada Tuhan diberikan sifat yang mempunyai wujud tersendiri dan kemudin melekat pada diri tuhan. Karena dzat tuhan bersifat qadim maka apa yang melekat pada dzat itu bersifat qadim pula. Dengan demikian sifat adalah bersifat qadim. Ini, menurut Wasil akan membawa pada adanya dua Tuhan. Karena yang boleh bersifat qadim hanyalah Tuhan, dengan kata lain, kalau ada sesuatu yang bersifat qadim maka mestilah itu tuhan. Oleh karena itu, untuk memelihara kemurnian tauhid atau keesaaan tuhan, tuhan tidak boleh dikatakan mempunyai sifat dalam arti diatas.
2.  Al `Adl (keadilan)
Keadilan versi mereka adalah menolak takdir karena menetapkannya berarti Allah menzholimi hambanya. Imam Ibnu Abil Izz Al-Hanafy berkata: ” mengenahi Al `Adl mereka menutupi dibaliknya pengingkaran takdir. Mereka mengatakan Allah tidak menciptakan keburukan dan tidak menghukum dengan adanya perbuatan jahat, karena jika Allah menciptakan kejahatan kemudian menyiksa mereka atas kejahatan mereka, itu artinya Allah zholim, padahal Allah adil dan tidak zholim. Sebagai konsekuensinya mereka menyatakan dalam (kekuasaan) kerajaan Allah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan Allah. Allah menginginkan sesuatu tetapi hal itu tidak terjadi. Sebab kesesatan mereka ini adalah karena ketidak mampuan mereka membedakan antara iradah kauniyah dengan iradah syar`iyah.
Paham ini dalah paham Qadriah yang dianjurkan Ma`bad dan Ghailan. Tuhan kata Wasil bersifat bijksana dan adil. Ia tak dapat berbuat jahat dan zhalim. Tidak mungkin tuhan menghendaki manusia berbuat hal-hal yang bertentangan dengan perintahnya. Dengan demikian manusia lah sendiri yang mewujudkan perbuatan baik dan jahat, iman dan kafir serta patuh dan tidak patuhnya kepada tuhan. Atas perbuatan-perbuatan ini manusia memperoleh balasannya. Dan untuk mewujudkan perbutan itu tuhan memberikan daya dan kekuatan kepadanya. Tidak mungkin tuhan menurunkan perintah kepada manusia untuk berbuat sesuatu kalau manusia tidak punya daya dan kekuatan untuk berbuat.
3.  Al-Wa’ d wa al-Wa’id
Maknanya orang yang berbuat dosa besar jika belum bertaubat sebelum meninggal, pasti kekal di neraka dan tidak ada syafa`at baginya. Ibnu Taimiyah berkata : “Di antara pokok ajaran Mu`tazilah bersama Khawarij adalah terlaksananya ancaman di akhirat dan bahwasanya Allah tidak menerima syaf`at bagi pelaku dosa besar serta tak satupun pelaku dosa besar keluar dari neraka. Mereka mengatakan jika Allah mengancam hamba-hambanya dengan suatu ancaman maka Allah wajib menyiksanya dan tidak boleh mengingkari janji-Nya. Allah tidak memberi maaf dan ampunan bagi yang dikehendaki-Nya dan tidak pula mengampuni pelaku dosa besar yang tidak bertubat.”

4.  Al- Manzilah bain Al- Manzilatain
Imam Ibnu Abil ‘Izz berkata : “Adapun  manzilah bain manziltain menurut mereka  adalah pelaku dosa besar keluar dari iman dan tidak masuk dalam kekafiran.”
Menurut ajaran ini, orang yang berdosa besa bukan kafir, sebagaimana disebutkan oleh kaum Khawarij, dan bukan pula mu’min sebagaimana di katakan kaum Murji` ah, tetapi  fasik yang menduduki posisi antara mu’min dan kafir. Kata mukmin, dalam pendapat Wasil, merupkan sifat baik dan nama pujian yang tak dapat diberikan kepada fasik, dengan dosa besanya. Tetapi predikat kafir juga tidak dapat pula diberikan kepadanya, karena di balik dosa besar ia masih mengucapkan shahadat dan mengerjakan perbuatan baik. Orang serupa ini jika mati belum bertaubat, akan kekal dalam neraka, hanya  siksaan yang di terima lebih ringan dari siksaan yang diterima kafir.
5.  Amar Ma`ruf Nahi Munkar
Imam Ibnu Abil ‘Izz berkata: ”adapun amar makruf nahi mungkar, mereka berkata: ” kita wajib menyuruh orang selain kita untuk melaksanakan hal yang di perintahkan kepada kita dan mewajibkan mereka dengan apa yang wajib kita kerjakan.” Diantara kandungnnya adalah boleh memberontak dengan senjata melawan penguasa yang dholim.”


III
KESIMPULAN

Secara harfiah Mu’tazilah adalah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah. Aliran Mu’tazilah (memisahkan diri) muncul di basra, irak pada abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan Al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan kafir yang berarti ia fasiq.
Semua aliran teologi dalam Islam, baik Asy’ ariah, Matudiniah dan Mu’tazilah sama-sama mempergunakan akal dalam menyelesaikan persoalan teologi yang timbul di kalangan umat Islam. Perbedaan aliran-aliran itu ialah perbedaan dalam derajat kekuatan yang diberikan kepada akal. Mu’ tazilah berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat, Asy’ ariah sebaliknya berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah.
Semua aliran berpegang kepada wahyu. Perbedaan yang terdapat antara aliraran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits. Perbedaan interpretasi itu yang menimbulkan aliran-aliran yang berlainan dan melahirkan mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’ i dan mazhab Hambali.
Pada hakikatnya semua aliran tersebut tidak keluar dari Islam, tetapi tetap dalam Islam. Dengan demikian tiap orang Islam bebas memilih salah satu dari aliran-aliran teologi tersebut, yaitu aliran mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya. Nabi Muhammad SAW : “Perbedaan paham dikalangan umatku membawa rahmat.”

IV
DAFTAR PUSTAKA

1.        DR. Abdul Rozak,M.Ag. dan DR. Rosihon Anwar,M.Ag. Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung.
2.        Harun Nasution. Teologi Islam, Penerbit Universitas Indonesia, 2008.

Tidak ada komentar: