MAKALAH MATERI PAI
“SHALAT”
I.
PENDAHULUAN
Segala puji bagi
Allah yang telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna.Allah
menciptakan manusia adalah untuk beribadah, sesuai dangan Firmannya dalam
Al-Qur’an Surat Az-Zariyat ayat 56 yang artinya : ”Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Shalat adalah salah
satu ibadah fardhu atau sunnah yang dibutuhkan seorang muslim untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Di dalam sholat, kita mensucikan Allah Azza Wajalla,
kita juga bermunajad dengan kalam-kalamNya, kita rukuk dan sujud untukNya, kita
menghubungkan ruh kita dengan Allah Yang Maha Pencipta.
II.
PEMBAHASAN
Bab Shalat
A.
Pengertian
shalat
Secara
etimologi, kata shalat berarti doa.
Secara
terminologi, shalat adalah ibadah
yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir
bagi Allah Ta’ala dan disudahi dengan memberi salam.1
Kedudukan
shalat dalam Islam, menempati kedudukan yang tak dapat ditandingi oleh ibadat
manapun juga. Ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali dengan
itu.
Sabda
Rasulullah saw :
“ Pokok urusan
islam Islam, sedangkan tiangnya ialah shalat, dan puncaknya adalah berjuang
dijalan Allah.”
Jumlah
bilangan shalat yang difardukan terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama
tentang jumlah bilangan shalat yang difardukan. Jumhur ulama, termasuk malik
dan syafi’I, berpendapat bahwa jumlah
shalat yang wajib hanya lima, yaitu Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, Dan Isya’.Namun
Abu Hanifah dan para pengikutnya menganggap shalat witir termasuk shalat wajib,
sehingga bilangan shalat fardu ada enam.
B.
Syarat
Wajib Shalat
1. Islam
2. Balig
3. Berakal
4. Suci
______________________
1
Fikih
Sunnah, Sayid Sabiq, Jilid 1, hal 157.
C.
Waktu
- Waktu Shalat
Firman Allah Ta'ala :
¨bÎ)
no4qn=¢Á9$#
ôMtR%x.
n?tã
úüÏZÏB÷sßJø9$#
$Y7»tFÏ.
$Y?qè%öq¨B
ÇÊÉÌÈ
“ Sesungguhnya shalat itu bagi kaum Mukmin suatu kitab yang mempunyai
waktu tertentu.”
1.
Shalat
Zuhur
Ulama sepakat bahwa permulaan waktu
zuhur itu ketika matahari tergelincir (al-zawal). Namun ulama berbeda pendapat dalam masalah
akhir waktu zuhur yang longgar dan waktu zuhur yang disarankan. Imam Malik,
Imam Syafi’i, Abu tsaur dan Daud berpendapat bahwa zuhur yang leluasa itu jika
panjang bayangan suatu benda sama dengan benda itu. Menurut Hanifah, jika
panjang bayangan itu dua kali panjang benda, berarti telah masuk awal waktu
Asar.
Dalam riwayat lain, Abu Hanifah
berpendapat bahwa akhir waktu Zuhur itu ketika panjang bayangan sama dengan
suatu benda, dan awal waktu Asar ketika panjang bayangan sudah mencapai dua
kali panjang suatu benda itu.
2.
Shalat
Asar
Shalat bermuladari bayang-bayang suatu benda itu
telah sama panjang dengan benda itu sendiri hingga terbenam matahari. Demikian
pendapat Imam Malik, Syafi’i, dan Daud. Malik menambahkan bahwa akhir waktu
Zuhur dan awal waktu asar merupakan waktu bersama untuk dua shalat secara
bersama-sama. Namun menurut Imam Syafi’I, Abu Tsaur, dan Abu Daud, akhir waktu
Zuhur awal waktu Asar dan merupakan waktu yang tidak bisa dipisahkan.
3.
Shalat
Magrib
Waktu Magrib mulai masuk bila matahari
telah terbenam dan tersembunyi di balik tirai dan berlangsung hingga terbenam syafak
(awan merah).
4.
Shalat
Isya’
Menurut Imam Malik, syafi’i, danlainnya, awal waktu
Isa itu adalah hilang (terbenam)-nya sinar merah. Sedangkan menurut Hanafi,
awalwaktuIsya’ itu hilangnya sinar putih yang ada setelah sinar merah. Adapun
mengenai akhir waktu Isya’, sebagian berpendapat hingga sepertiga malam,
pertengahan malam, dan hingga terbit fajar.
5.
Shalat
Subuh
Ulama sepakat
bahwa awal waktu subuh itu ketika terbit fajar shidiq, dan akhir waktunya
ketika terbit fajar. Namun riwayat IbnQasim dan beberapa fuqaha Syafi’iah
menyatakan bahwa akhir waktu Subuh sampai tampak sinar matahari.
D. Syarat Sah
Shalat
1. Suci
badan dari hadas dan najis
2. Menutup
aurat dengan pakaian yang bersih
3. Mengetahui
masuk waktu shalat
4. Menghadap
kiblat
E.
Cara
Mengerjakan Shalat
1.
Rukun
Shalat
a. Niat
b. Berdiri
jika sanggup
c. Takbirat
al-ihram
d. Membaca
surat Al-fatihah
e. Ruku’danThuma’ninah
dalam ruku’
f. I’tidal
danthuma’ninah dalam I’tidal
g. Sujud
dan thuma’ninah dalam sujud
h. Duduk
diantara dua sujud dan thuma’ninah
i.
Duduk akhir
j.
Tasyahuddan
Membaca Shalawat dalam tasyahud
k. Mengucapkan
salam dan berniat keluar dari shalat
2.
Sunat
- Sunat Shalat
a. Tasyahud
awal.
b. Membaca
qunut dalam shalat Subuh dan shalat witir pada paruh kedua bulan ramadhan
c. Mengangkat
tangan ketika takbiratul ihram, ketika ruku’, ketika bangkit dari ruku’, dan bangkit
dari tasyahud awal.
d. Meletakkan
tangan kanan diatas tangan kiri.
e. Membaca
do’a iftitah setelah takbir
f. Membaca
ta’awwudz ketika akan membaca surat Al-fatihah.
g. Membaca
dengan jahratau sir menurut tempatnya.
h. Ta’min
(mengucapkan “amin”) setelah selesai membaca surat Al-Fatihah dan diselingi dengan diam sebentar.
i.
Membaca surat
setelah Al-Fatihah.
j.
Bertasbih pada
waktu ruku’ dan pada waktu sujud
k. Melatakkan
kedua tangan diatas paha ketika duduk diantara dua sujud, dengan ujung
jari berada diatas ujung paha.
l.
Iftirasy pada
setiap kali duduk.
m. Tawarruk
pada dudu kakhir.
n. Mengucapkan
salam yang kedua.
3.
Hal
- Hal Yang Membatalkan Shalat
a. Berbicara
dengan ucapan manusia
b. Perbuatan
yang banyak
c. Berhadas
d. Terkena
najis
e. Terbuka
aurat
f. Berubah
niat
g. Membelakang
kiblat
h. Makan
atau minum
i.
Tertawa
j.
Murtad
4.
Makmum
Masbuk
Masbuk
yaitu ma’mum yang tidak mendapatkan waktu yang cukup membaca Al-Fatihah
seluruhnya kecuali hanya takbiratul ihram atau mendapatkan imamnya lagi ruku’.
Ketentuan-ketentuan
Masbuk :
a. Jika
Masbuk mendapatkan imamnya lagi berdiri, maka sesudahnya ma’mum takbiratul
ihram harus segera ia membaca Al-Fatihah dengan tidak perlu membaca اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
atau do’a istiftah lagi, karena apabila imam ruku’ sedangkan ma’mum belum
menyelesaikan Al-Fatihah, maka ia boleh langsung mengikuti imamnya untuk ruku.
Dan ma’mum mendapatkan raka’at itu.
b. Apabila
Masbuk mendapatkan imam lagi ruku’, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram ia
langsung ruku’ mengikuti imam dengan sunnah membaca takbir intiqal (اَللهُ اَكْبَرُ), maka jika ma’mum mendapatkan thuma’ninah (diam sekedar سُبْحَانَ اللهِ) bersama-sama imam di dalam ruku’ itu, maka dapatlah ma’mum
akan raka’at itu.
c. Akan
tetapi bilamana ma’mum tidak mendapatkan thuma’ninah itu bersama-sama imam
(misalnya ma’mum ruku’ bersamaan imamnya I’tidal) maka ma’mum tidak mendapatkan
raka’at itu.
d. Adapun
jikalau Masbuk mendapatkan imam lagi sujud atau lagi duduk antara dua sujud
atau lagi tasyahhud, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram, dia langsung
mengikuti imam dimana adanya dengan tidak membaca takbir intiqal lagi. Dan
ma’mum dalam hal ini tidak mendapatkan raka’at itu.
5.
Sujud
Sahwi
Sujud sahwi ialah sujud yang dilakukan orang
yang shalat sebanyak dua kali untuk menutup kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan
shalat yang disebabkan karena lupa.
Ulama sepakat seluruh
mazhab sepakat bahwa yang meninggalkan, kelebihan salah satu kewajiban shalat
dengan sengaja maka shalatnya menjadi batal.
Dan jika meninggalkan,
kelebihan dan ragu-ragu karena lupa menggantikannya dengan sujud sahwi.
6.
Shalat
Jama’ dan Qashar
Shalat jama’ dan Qashar merupakan
keringanan yang diberikan Alloh, sebagaimana firman-Nya,
#sÎ)ur
÷Läêö/uÑ
Îû
ÇÚöF{$#
}§øn=sù
ö/ä3øn=tæ
îy$uZã_
br&
(#rçÝÇø)s?
z`ÏB
Ío4qn=¢Á9$#
÷ÇÊÉÊÈ….
”Dan apabila kamu bepergian di muka
bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu, (QS: Annisa:
101)
a. Shalat
Jama’
Artinya
meggabungkan dua shalat dengan melaksanakannya pada waktu yang ditetapkan untuk
salah satunya. Jama’terbagi dua ,yaitu jama’ taqdim dan jama’ ta’khir.
Syarat-syarat
jama’ taqdim :
1).
Tartib, yaitu melakukan kedua shalat itu sesuai dengan urutan waktunya
2).
Niat jama’
3).
Wala’, artinya pelaksanaan secara beruntun
4).
Keadaan sebagai musafir masih berlanjut ketika ia memulai shalat kedua
Syarat-syarat
jama’ ta’khir :
1).
Berniat
2).
Pelaksanaan kedua shalat itu dalam keadaan musafir
b. Shalat
Qashar
Artinya
memendekkan pelaksanaan shalat yang semestinya empat rakaat menjadi dua rakaat.
Syarat-sahnya
shalat qashar :
1).
Safar itu bukan dalam perjalanan maksiat
2). Jarak yang
akan ditempuh didalam perjalanan itu mencapai 48 mil = perjalanan dua hari = 89
km2.
7.
Shalat Orang Sakit
Para ulama sepakat bahwa
barangsiapa yang tidak mampu melakukan shalat dengan berdiri hendaknya shalat
sambil duduk, dan jika tidak mampu dengan duduk, maka shalat sambil berbaring
dengan posisi tubuh miring dan menghadapkan muka ke kiblat. Disunnatkan miring
dengan posisi tubuh miring di atas tubuh bagian kanan. Dan jika tidak mampu
melaksanakan shalat dengan berbaring miring, maka ia boleh shalat dengan
berbaring telentang, Dan barangsiapa mampu berdiri, akan tetapi tidak mampu
ruku` atau sujud, maka kewajiban berdiri tidak gugur darinya. Ia harus shalat
sambil berdiri, lalu ruku’ dengan isyarat (menundukkan kepala), kemudian duduk
dan sujud dengan berisyarat.
8.
Shalat
Sunah (Nawafil)
Shalat Nawafil adalah
selain dari pada shalat yang fardlu.2
Shalat Nawafil terbagi
menjadi tiga :
1. Sunnah
adalah sesuatu yang ada nukilannya dari Rasulullah saw. dan Rasul sendiri
melaksanakannya secara kontinue (terus menerus). Shalat sunnah di bagi menjadi
2 :
a. Shalat
sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah.
1) Shalat
Idul Fitri
2) Shalat
Idul Adha
Ibnu
Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul
Fithri bersama Rasulullah SAW dan Abu bakar dan Umar, beliau semua melakukan
shalat tersebut sebelum khutbah.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Shalat
Idul Adha dilakukan 2 raka’at. Pada rakaat pertama melakukan tujuh kali takbir
(di luar Takbiratul Ihram) sebelum membaca Al-Fatihah, dan pada raka’at kedua
melakukan lima kali takbir sebelum membaca Al-Fatihah.
3) Shalat
Kusuf (Gerhana Matahari)
4) Shalat
Khusuf (Gerhana Bulan)
“Sesungguhnya
matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah
SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak juga karena
kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian mengalaminya (gerhana), maka
shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana itu) berakhir.” (HR Imam Bukhari
dan Muslim).
_________________________
2 Fiqih Sunnah,
DRS. Supiana, M. Ag Jilid 2.
5) Shalat
Istisqo’
Ibnu Abbas Ra
bahwasannya Nabi SAW shalat
istisqo’ dua raka’at, seperti shalat ‘Id”. (HR Imam Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu
Majah, dan Tirmidzi).
6) Shalat
Tarawih
7) Shalat
Witir yang mengiringi Shalat Tarawih
b. Shalat
sunnah yang tidak disunnahkan berjamaah
1) Shalat sunah
rawatib
Shalat sunah rawatib adalah shalat yang mengiringi
solat wajib lima waktu dalam sehari yang bisa dikerjakan pada saat sebelum sholat
dan setelah solat. Fungsi salat sunat rawatib adalah menambah serta
menyempurnakan kekurangan dari shalat wajib.
a) Jenis
Salat Sunat Rawatib
1.
Shalat sunat
qabliyah / qobliyah adalah sholat sunah yang dilaksanakan sebelum mengerjakan
solat wajib.
2.
Shalat sunah
ba'diyah adalah sholat yang dikerjakan setelah melakukan shalat wajib.
b) Macam
- Macam Shalat Sunah Rawatib
1. Shalat
sunat rawatib muakkad / penting adalah sholat sunat rawatib yang dikerjakan
pada :
- Sebelum subuh dua rokaat
- Sebelum zuhur dua rokaat
- Sesudah dzuhur dua rokaat
- Sesudah maghrib dua rokaat
- Sesudah isya dua rokaat
2. Salat
sunat rawatib ghoiru muakkad / tidak penting adalah sholat sunat rawatib yang
dikerjakan pada :
- Sebelum zuhur dua rokaat
- Setelah zuhur dua rokaat
- Sebelum ashar empat rokaat
- Sebelum magrib dua rokaat
- Sebelum isya dua rokaat
2) Shalat
Tahajjud (Qiyamullail)
Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Nabi SAW bersabda: “Shalat
malam itu dua (raka’at)-dua (raka’at), apabila kamu mengira bahwa waktu Shubuh
sudah menjelang, maka witirlah dengan satu raka’at.” (HR Imam Bukhari dan
Muslim).
3)
Shalat Witir di luar Ramadhan
Minimal satu raka’at
dan maksimal 11 raka’at. Lebih utama dilakukan 2 raka’at-2 raka’at, kemudian
satu raka’at salam. Boleh juga dilakukan seluruh raka’at sekaligus dengan satu
kali Tasyahud dan salam.
Dari A’isyah Rda.
Bahwasannya Rasulullah SAW shalat malam 13 raka’at, dengan witir 5 raka’at di
mana beliau Tasyahud (hanya) di raka’at terakhir dan salam. (HR Imam Bukhari
dan Muslim).
Beliau juga pernah
berwitir dengan tujuh dan lima raka’at yang tidak dipisah dengan salam atau pun
pembicaraan. (HR Imam Muslim).
4) Shalat
Dhuha
5) Shalat
Tahiyyatul Masjid
6) Shalat
Taubat
Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang
berdosa, kemudian ia bangun berwudhu kemudian shalat dua raka’at dan memohon
ampunan kepada Allah, kecuali ia akan diampuni.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan
lain-lain).
7) Shalat
Tasbih
Yaitu
shalat empat raka’at di mana di setiap raka’atnya setelah membaca Al-Fatihah
dan Surah, orang yang shalat membaca: Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha
illallah wallaahu akbar sebanyak 15 kali, dan setiap ruku’, i’tidal, dua sujud,
duduk di antara dua sujud, duduk istirahah (sebelum berdiri dari raka’at
pertama), dan duduk tasyahud (sebelum membaca bacaan tasyahud) membaca sebanyak
10 kali (Total 75 kali setiap raka’at). (HR Abu Dawud dan Ibnu Huzaimah).
8) Shalat
Istikharah
9) Shalat
Hajat
10) Shalat
2 rakaat di masjid sebelum pulang ke rumah
11) Shalat
Awwabiin
2. Mustahab adalah sesuatu yang datang dari hadits dengan
keutamaannya tetapi tidak continue dalam mengamalkannya seperti tiap-tiap malam
dan hari, shalat per minggu dan seperti shalat keluar, masuk rumah, dst.
3. Tathowu’
adalah apa yang dikerjakan oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri, akan
tetapi masih dalam kerangka syar’i. Mungkin bisa kita katakana bahwa Tathowu’
adalah sunnah-sunnah yang masih mutlak, seperti sholat sunnah mutlak, atau membaca
Al Qur’an dan berdoa kapan kita mau dan lain sebagainya. Dalam suatu hadist
disebutkan bahwa seorang badui bertanya kepada rosulullah saw tentang kewajiban
sholat, maka Rosulullah saw menjawab bahwa yang menjadi kewajiban adalah sholat
lima waktu, setelah itu orang badui tersebut bertanya ; “ Adakah kewajiban
sholat selain itu ? ‘Rosulullah saw menjawab “Tidak, kecuali anda melakukan
Sholat Tathowu’ “.
9. Shalat Khauf
Ialah sholat yang dilakukan ketika
dalam keadaan menakutkan atau genting. Misalnya dalam keadaan perang. Sholat
khauf bukanlah sholat yang berdiri sendiri seperti sholat Ied, Gerhana dan
sejenisnya. Tetapi ia adalah sholat fardlu / wajib dengan syarat, rukun,
sunnah-sunnah dan jumlah rakaat seperti biasa (ketika aman). Cuma ia lakukan
secara berbeda jika berjamaah. dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka
(sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang
senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah
menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk
menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum
bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka
bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu
lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu
mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit dan siap
siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi
orang-orang kafir itu (An Nisaa 102).
III.
KESIMPULAN
Shalat merupakan tiang Agama, dimana mempunyai nilai
yang sangat penting dalam Islam. Adapun shalat tersebut terdiri dari shalat
Fardhu dan shalat Sunnah yang memiliki
syarat-syarat dan ketentuan
masing-masing.
1. Shalat fardhu (wajib) yaitu ibadah
shalat yang ditetapkan oleh Allah kepada manusia 5 kali dalam sehari-semalam
dan berjumlah 17 rakaat, yaitu Subuh (2 rakaat), dzuhur (4 rakaat), Ashar (4
rakaat), Maghrib (3 rakaat) dan Isya (4 rakaat).
2. Shalat Nafilah (sunnah) yaitu shalat
yang telah ditetapkan Allah dan rasul-Nya kepada manusia namun bersifat sunnah;
jika ditunaikan mendapat pahala dan ganjaran dan jika ditinggalkan tidak
berdosa. Dan dalam shalat sunnah ada tiga macam yaitu shalat sunnah, mustahab,
dan tathawwu .
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
- Fikih Sunnah, Sayid Sabiq, Jilid 1, hal 157.
- Fikih Sunnah, DRS. Supiana, M.Ag, M. Karman, M. Ag, Jilid 2.
- Ibnu Katsir, TAFSIR IBNU KATSIR, Jilid 1-7, Bogor : Pustaka Imam Syafi’I, 2003.
4. Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarf An
Nawawi, Tarjamah RIADHUS SHALIHIHN, Jilid 1 dan 2, Bandung : Al Ma’arif, Cet.1,
1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar